KASUS
LETTER OF CREDIT
- Ringkasan Kasus PT Selalang(slulung) Prima Internasional
Kasus L/C bodong PT
Selalang(slulung) Prima Internasional, yang dimiliki oleh mister
Misbakun, bisa berkembang menjadi kasus pembobolan Bank Century dan
penggelapan duit talangan PMS LPS (Penyertaan Modal Sementara dari
Lembaga Penjaminan Kredit ). Investigasi dari Majalah Tempo minggu
ini ( Majalah Tempo Edisi :02/39,8 Maret 2010) berhasil melacak
perjalanan akal akalan PT Selalang untuk mendapatkan fasilitas
perbankan dari Bank Century. Laporan investigasi ini menurut saya
berhasil menunjukan bukan saja permainan busuk PT Selalang untuk
mendapatkan LC dari Bank Century, tetapi juga sepak terjang Misbakun
cs.
Dari beberapa milis
saya mendapatkan informasi yang konon berasal dari raw version audit
investigasi BPK. Berdasarkan informasi itu cukup mengagetkan karena
PT Selalang tidak saja berhasil mendapatkan fasilitas LC dari Bank
Century tetapi mendapatkan juga dana talangan PMS dari LPS. coba
lihat rinciannya :
PT Selalang Prima
International
- Berdasarkan hasil pemeriksaan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter of Credit (L/C) dan konfirmasi dengan pihak terkait diketahui hal-hal sebagai berikut :
PT Selalang Prima International merupakan perusahaan yang bergerak usaha perdagangan dan didirikan pada tanggal 2 November 1999 sesuai Akte Notaris No. 3 dengan pemilik Mukhamad Misbakhun dan Franky Ongko Wardoyo dengan jumlah kepemilikan masing-masing 99% dan 1%. Sedangkan pengurus PT Selalang Prima International yaitu Franky Ongko Wardoyo sebagai Direktur dan Mukhamad Misbakhun sebagai Kornisaris.
Berdasarkan liasil pemeriksaan diketahui bahwa PT Selalang Prima lnternational memperoleh perlakuan istimewa dalam memperoleh fasilitas L/C dari Bank Century dimana L/C yang diberikan didasarkan kepada instruksi dari Robert Tantular (Pemegang Saham Bank Century) dan Hermanus Hasan Muslim (Dirut Bank Century) sesuai keterangan dari Pimpinan Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan yaitu Linda Wangsadinata. - Fasilitas Letter of Credit (L/C) yang diberikan kepada PT Selalang Prima lnternational adalah L/C No. 0474LC07B sebesar USD22.5 juta dengan jaminan (margin deposit) berupa deposito sebesar USD4.5 juta (atau 20% dari plafond L/C). Fasilitas L/C tersebut digunakan untuk transaksi impor Bentulu Condensate dari Grains and lndustrial Products Trading PTE, Ltd. (Beneficiary) sesuai kontrak (Sales Contract) No. GRIP S07-4955-1807 tanggal 23 November 2007 dengan Bank Penjamin (Negotiating Bank) adalah—National Cornmercial Bank (NCB), Jeddah dan Bank Koresponden adalah Saudi National Commercial Bank (SNCB), Bahrain;
- Pemberian fasintas L/C tidak didukung oleh analisa dan prosedur yang komprehensif, khususnya kemampuan/kondisi keuangan perusahaan, namun L/C tersebut telah rnendapat persetujuan dari Komite Kredit, baik Komite Kredit Cabang (Kabag Operasional dan Kepala Cabang), Komite Kredit Wilayah (Kakanwil) dan Komite Kredit Pusat yaitu Direksi (Hermanus Hasan Muslim dan Hamidy) dan Komisaris (Poerwanto Kamsjadi dan Rusli Prakarsa). Perjanjian Kredit telah ditandatangani secara notariat termasuk pengikatan jaminan (gadai deposito) sebesar USD4.5 juta pada tanggal 22 November 2007. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedornan Pelaksanaan Kredit Bank Century No.20/SK-DIR/Century/IV/2005 tanggal 21 April 2005.
- Bank Century telah menempatkan jaminan (deposit) pada SNCB, Bahrain sebesar USD50 juta berupa US Treasury Strips dengan ISIN US9l2803BD41 dalam rangka pembukaan L/C untuk PT Selalang Prima International. Jaminan (deposit) Bank Century kepada Bank SNCB, Bahrain tersebut tidak sebanding dengan janminan (deposit) L/C yang diberikan oleh Debitur sebesar USD4.5 juta (atau 20% dari plafond L/C). Jaminan sembilan debitur lainnya yang mendapat fasilitas L/C dari Bank Century juga berkisar 5% – 20% dari plafond L/C;
- Realisasi penggunaan L/C tersebut adalah sebesar USD22,499,964.63 yang jatuh tempo tanggal 19 November 2008 sesuai surat konfirmasi dari The Bank of New York Cabang Singapore tanggal 28 November 2007;
- Pada saat jatuh tempo L/C tanggal 19 November 2008, PT Selalang Prima International tidak mampu membayar kewajiban L/C sehingga Bank Century melakukan eksekusi jaminan deposito sebesar USD4.5 juta. Pada tanggal 24 November 2008, Bank Century dan PT Selalang Prima International melakukan restrukturisasi L/C tersebut dengan melakukan pembayaran sebesar USD1.5 juta sehingga nilai outstanding L/C tersebut sebesar USD16.5 juta (USD22.5 juta – USD4.5 juta — USD1.5 juta);
- Jaminan Bank Century berupa US Treasury Strips sebesar USD50 juta yang ditempatkan di SNCB, Bahrain tersebut pada akhirnya dijual dengan nilai penjualan sehesar USD24,62l,500 atau 49,243% dan digunakan untuk pelunasan L/C PT Selalang Prima International sebesar USD22,499,964.63 sedangkan sisanya ditransfer ke rekening Nostro Bank Century di Standard Chartered Bank. New York.
Penjualan US
Treasury Strips tersebut mengakibatkan terjadi kerugian yang harus
ditanggnng oleh Bank Century sebesar USD25,378,500 (USD50,000,000 —
USD24,62l,500) atau ekuivalen Rp275.089 juta dan pada akhirnya
membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh LPS.
- Bank Century juga telah melakukan penyisihan (PPAP) atas L/C PT Selalang Prima International tersebut sebesar USDI6.5 juta atau ekuivalen sebesar Rp179.850 juta posisi 31 Desember 2008 dan pada akhirnya membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS) oleh LPS.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, porsi PMS yang digunakan untuk menutup kerugian Bank Century dan fasilitas L/C PT Selalang Prima International adalah sebesar Rp454.939 juta, terdiri dari:
* Kerugian atas penjualan US Treasury Strips untuk pelunasan L/C kepada NCB, Jeddah sebesar USD25,378,500 atau ekuivalen Rp275.089 juta;
* Penyisihan (PPAP) atas L/C PT Selalang Prima International sebesar USD 16.5 juta atau ekuivalen Rp179.850 juta.
- Ringkasan Kasus
Awal
terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit
internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada
posisi euro yang gila-gilaa besarnya, senilai 52 juta euro.
Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena
peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang
baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C
yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan
mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
- Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
- Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
- Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
- Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
2 perusahaan dibawah Petindo Group - Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
- Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
- Skim : Usance L/C
- Kronologi :
- Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
- Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
- Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
- Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
- Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam
menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada
ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi
kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin
kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ?
Minimnya
informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional
melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya
pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.
- Alur Transaksi Letter of Credit
Sebelum
lebih jauh membahas mengenai kasus BNI, terlebih dahulu akan
diuraikan sistematika alur transaksi dalam L/C sebagai berikut :
Dari
gambar tersebut, berikut diuraikan alur L/C, barang dan uang sbb :
- Eksportir dan Importir menandatangai kontrak jual beli barang.
- Importir/pemohon/applicant mengajukan aplikasi pembukaan L/C kepada Bank Pembuka
- Bank Pembuka menerbitkan L/C dan mengirimkannya melalui korespondennya dinegara eksportir (yang yang menerima disebut Bank Penerus/Advising Bank)
- Bank Penerus meneruskan L/C melalui banknya beneficiary/penerima L/C.
Banknya
beneficiary meneruskan L/C kepada beneficiary
- Beneficiary menyiapkan barang untuk kemudian mengapalkannya dengan tujuan ke negara importir sesuai kontrak yang disepakati
- Eksportir kemudian menyerahkan dokumen ekspor, lazimnya terdiri dari Wesel/Bill of Exchange, Bill of Lading, Commercial Invoice, Packing List dan dokumen lain yang dipersyaratkan L/C dan Bank Penegosiasi memeriksa kelengkapan dan kesesuian dokumen dengan L/C dan membayarkan senilai wesel yang diserahkan
- Bank Penegosiasi mengirimkan dokumen-dokumen yang sudah dinegosiasi kepada Bank Penerbit untuk mendapatkan pembayaran
- Bank Penerbit membayarkan kepada Bank Penegosiasi
- Bank Penerbit menyerahkan dokumen tersebut kepada pemohon untuk kemudian pemohon mengambil barang dari pelabuhan.
- Solusi
Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, antara lain berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.
Akan
tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih
diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan
sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja
melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank
akan kebobolan juga.
Bank
selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan
pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan
menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya,
pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan
sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu
membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun
pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan
hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para
eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group
dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal
ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea
Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa
PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana
diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30
September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI
Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin
cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer
Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar