Nama
Kelompok :
Fani
Usnaeni 22210597
Winda
Rahayu 28210530
Annisa
Fitry 29210560
Muthiah
Samrati 24210877
Irandika
Nurgraha 23210589
Kelas
: 4EB23
Inflasi
adalah
suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat,
berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan
spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran
distribusi barang.Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata
uang
cara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan
tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap
tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk
melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan
harga berlangsung secara terus-menerus dan saling
pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga
digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.
DAMPAK
INFLASI
1.
AKIBAT BURUK
Seperti
pengangguran , inflasi juga menimbulkan beberapa akibat buruk kepada
individu, masyarakat, dan kegiatan perekonomian secara
keseluruhan (Sadono Sukirno, 2002:16). Akibat buruk inflasi dapat
dibedakan kepada dua aspek, yaitu:
1. akibat
buruk kepada perekonomian
2. akibat
buruk kepada individu dan masyarakat.
1.
AKIBAT BURUK KEPADA PEREKONOMIAN
Sebagian
ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang sangat lambat berlakunya
dipandang sebagai stimulator bagi
pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga tersebut tidak secepatnya diikuti
oleh kenaikkan upah pekerja, sehingga keuntungan akan bertambah.
Pertambahan keuntungan akan menggalakan investasi dimasa datang dan
ini akan mewujudkan percepatan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi
apabila inflasi menjadi lebih serius keadaannya, perekonomian tidak
akan berkembang seperti yang diingnkan. Pengalaman beberapa
Negara yang telah mengalami inflasi hiper menunjukan bahwa
inflasi yang buruk akan mengakibatkan ketidakstabilan sosial dan
politik, dan tidak mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Terlebih dahulu
ekonomi harus distabilkan, dan ini termasuk usaha menstabilkan
harga-harga, sebelum pertumbuhan ekonomi yang teguh dapat diwujudkan.
Ketiadaan
pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari inflasi yang serius, hal ini
disebabkan oleh beberapa factor penting seperti yang diuraikan
dibawah ini:
1. Inflasi
menggalakan penanaman modal spekulatif
Pada
masa inflasi terdapat kecendrungan di antara pemilik modal untuk
menggunakan uangnya dalam investasi yang bersifat spekulatif.
Dengan mebeli rumah, tanah, dan barang yang berharga akan lebih
menguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif.
2. Tingkat
bunga meningkat sehingga akan mengurangi investasi.
Untuk
menghindari kemerosotan nilai modal yang mereka pinjamkan , institusi
keuangan akan meningkatkan tingkat bunga kepada
pinjaman-pinjaman mereka. Makin tinggi tingkat inflasi, makin tinggi
pula tingkat bunga yang mereka tentukan. Tingkat bunga yang tinggi
akan mengurangi kegairahan penanaman modal untuk mengembangkan
sektor-sektor yang produktif.
3. Inflasi
menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi dimasa depan.
Inflasi
akan bertambah cepat jalannya apabila tidak dikendalikan. Pada
akhirnya inflasi akan menimbulkan ketidakpastian dan arah
perkembangan ekonomi tidak lagi dapat diramalkan dengan
baik. Keadaan ini akan mengurangi kegairahan pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi.
4. Menimbulkan
masalah neraca pembayaran.
Inflasi
menyebabkan harga barang impor lebih murah daripada barang yang
dihasilkan didalam negeri. Dengan demikian, inflasi akan menyebabkan
impor berkembang lebih cepat tetapi sebaliknya perkembangan ekspor
akan bertambah lambat. Disamping itu aliran modal keluar akan
bertambah banyak daripada yang masuk keluar negeri. Berbagai
kecendrungan ini akan memperburuk keadaan neraca pembayaran,
defisit neraca pembayaran yang serius mungkin berlaku. Hal
ini seterusnya akan menimbulkan kemerosotan nilai mata uang.
2.
AKIBAT BURUK KEPADA INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Akibat
buruk kepada individu dan masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga
aspek seperti yang diterangkan dibawah ini:
1. Memperburuk
distribusi pendapatan
Dalam
masa inflasi nilai harta-harta tetap seperti tanah, rumah,
bangunan pabrik, dan pertokoan akan mengalami kenaikan harga yang
adakanya lebih cepat dengan inflasi itu sendiri. Sebaliknya penduduk
yang tidak mempunyai harta, yang meliputi sebagian besar dari
golongan masyarakat yang berpendapatan rendah , pendapatan riilnya
merosot sebagai akibat inflasi. Dengan demikian, inflasi melebarkan
ketidaksamaan distribusi pendapatan.
2. Pendapatan
riil merosot
Sebagian
tenaga kerja disetiap Negara terdiri dari pekerja-pekerja
bergaji tetap. Dalam masa inflasi biasanya kenaikan harga-harga
selalu mendahului kenaikan pendapatan. Dengan demikian inflasi
cendrung menimbulkan kemerosotan pendapatan riil sebagian besar
tenaga kerja. Dengan demikian akan berimplikasi terhadap menurunnya
kemakmuran masyarakat.
3. Nilai
riil tabungan merosot
Dalam
perekonmian biasanya masyarakat menyimpan sebagian besar kekayaannya
dalam bentuk deposito dan tabungan di institusi keuangan. Nilai riil
tabungan tersebut akan merosot sebagai akibat inflasi dan juga
pemegang-pemegang uang tunai akan dirugikan karena kemerosotan nilai
riilnya.
2.
AKIBAT POSITIF
Selain
dampak buruk, inflasi juga memiliki dampak positif yaitu, apabila
inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti
dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan
pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja,
menabung dan mengadakan investasi.
Bagi
orang yang meminjam uang dari bank (debitur),
inflasi menguntungkan, karena pada saat
pembayaran utangkepada kreditur,
nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam.
Sebaliknya, kreditur atau
pihak yang meminjamkanuang akan
mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika
dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen,
inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih
tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi,
produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya
terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan
naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka
produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa
menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak
sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan
bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara
umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu
negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang
bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan,
ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya
tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
CARA
MENGATASI INFLASI
Inflasi
tentunya harus diatasi dan untuk mengatasinya dapat dilakukan
pemerintah dengan cara melakukan beberapa kebijakan yang menyangkut
bidang moneter, fiskal dan kebijakan lain. Adapun penjelasan
kebijakan tersebut akan diuraikan di bawah ini.
1.
Kebijakan Moneter
Kebijakan
moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab
inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga
dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat
dikurangi menuju kondisi normal. Untuk menjalankan kebijakan ini Bank
Indonesia menjalankan beberapa politik/kebijakan yaitu:
a. Persediaan
Kas
Kebijakan
persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral
kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari
bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara
uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas
mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang
sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang.
b. Operasi
Pasar Terbuka
Menurut
Djamil Suyuthi (dalam Pengantar Ekonoi Makro:1989) dinyatakan bahwa
bank sentral dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar dengan jalan
membeli atau menjual surat-surat berharga pemerintah (government
securities ).
Dalam bukunya dinyatakan bahwa bila pemerintah ingin menambah jumlah
uang yang beredar, misalnya karena bermaksud untuk mendorong
perkembangan kegiatan dalam masa resesi, maka bank sentral mengadakan
pembelian-pembelian surat berharga.
Dengan
tindakan ini, uang beredar akan bertambah, karena bila bank sentral
melakukan pemmbayaran atas pembelian itu , cadangan
bank-bank umum akan bertambah. Dengan bertambahnya cadangan yang
dimiliki bank umum, maka bank-bank tersebut dapat memberikan pinjaman
yang lebih banyak.
Sebaliknya,
bila pemerintah ingin mengurangi jumlah uang yang beredar, misalnya
pada waktu inflasi, maka bank sentral harus melakukan penjualan
surat-surat berharga tersebut. Dengan penjualan surat-surat berharga
tersebut, tabungan giral masyarakat dan cadangan yang dimiliki bank
umum berkurang, dan demikian kemampuan untuk memberi pinjaman juga
berkurang.
c. Diskonto
Melalui
perubahan tingkat diskonto, Bank sentral dapat mempengaruhi jumlah
uang beredar dan volume pinjaman. Misalnya dalam menekan inflasi,
kebijakan diskonto dapat dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga
sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk
mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari
masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh
badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi
tekanan inflasi.
2.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan
Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah.
Bentuk kebijakan ini antara lain:
a. Pengurangan
pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam
perekonomian bisa dikendalikan.
b. Menaikkan
pajak, akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan
ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya
permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya
berkurang.
3.
Kebijakan Lain
Kebijakan
lain adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial
pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah
alternatif untuk mengatasi inflasi.
a. Sanering
Sanering
berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan,
reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:
· Penurunan
nilai uang
·
Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa
simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang
oleh pemerintah.
b. Devaluasi
Devaluasi
adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar
negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan
intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah
devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu
negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada
kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata
uang asing.
c. Menaikan
hasil produksi.
Cara
ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah
barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh
karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan
(subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.
d. Kebijakan
upah
tidak
lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa
upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering
dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan
meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan
pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.
e. Pengawasan
harga dan distribusi barang.
Dimaksudkan
agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan
pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran
tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil
tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan
menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka
distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang
dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.
Inflasi
adalah kenaikan harga secara umum, atau inflasi dapat juga dikatakan
sebagai penurunan daya beli uang. Makin tinggi kenaikan harga makin
turun nilai uang. Defenisi diatas memberikan makna bahwa, kenaikan
harga barang tertentu atau kenaikan harga karena panen yang gagal
misalnya, tidak termasuk inflasi.
Ukuran
inflasi yang paling banyak adalah digunakan adalah: Consumer price
indeks” atau “ cost of living indeks”. Indeks ini berdasarkan
pada harga dari satu paket barang yang dipilih dan mewakili pola
pengeluaran konsumen. Barang-barang dalam paket itu dibobot sesuai
dengan kepentingan relatifnya bagi konsumen. Dan data harga diperoleh
dalam bentuk indeksasi. Indeks yang lain juga dapat diperoleh dari
“deflatoir GNP pada harga konstan”. Kelebihan indeks ini bukan
hanya memperhitungkan harga barang konsumen tetapi juga harga barang
kapital dan barang ekspor.
Inflasi
adalah masalah seluruh dunia. Namun berdasarkan data negara yang
sedang berkembang, yang lebih banyak pengalamannya dalam hal ini
inflasi dibanding dengan negara industri. Penyebaran inflasi
keseluruh dunia terjadi oleh karena adanya mekanisme perdagangan
keuangan yang saling berkaitan antara negara dunia.
Inflasi
merembes keseluruh dunia dengan bebas. Kenaikan harga minyak empat
setengah kali pada tahun 1973 – 1974 telah meningkatkan laju
inflasi dunia dengan cepat pada tahun 1974 – 1975. Demikian juga
perluasan “money supply” dunia pada tahun 1970 an telah mendorong
inflasi. Kenyataan ini adalah akibat kekakuan “exchange rate”.
Bila exchange rate (nilai tukar), fleksibel sempurna maka inflasi
dapat dihindari. Sebaliknya kebanyakan negara dunia memiliki tingkat
penukaran mata uang asing (exchange rate) yang tidak fleksibel,
sehingga inflasi tak dapat dihindari.
Generalisasi
seperti ini tentu ada kecualinya, yaitu negara yang mempunyai sistem
perencanaan sentral di Eropa Timur atau Uni Soviet (tempo dulu). Pada
negara-negara ini harga ditetapkan oleh pemerintah pusat (secara
administratif). Jadi bukan karena permainan permintaan dan penawaran.
Ini tidak berarti bahwa permintaan tidak pernah melebihi penawaran.
Bila kenyataan ini juga terjadi maka penjatahan atau antri dapat
diberlakukan terhadap produksi, sebelum penawaran ditingkatkan.
A.
Arti Inflasi
Inflasi
adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum
mengalami kenaikan dan berlangsung dalam waktu yang lama
terus-menerus. Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari
waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di mana-mana dan dalam rentang
waktu yang cukup lama
D.
Dampak Sosial Dari Inflasi
Inflasi
dapat menyebabkan gangguan pada stabilitas ekonomi di mana para
pelaku ekonomi enggan untuk melakukan spekulasi dalam perekonomian.
Di samping itu inflasi juga bisa memperburuk tingkat kesejahteraan
masyarakat akibat menurunnya daya beli masyarakat secara umum akibat
harga-harga yang naik. Selain itu distribusi pendapatan pun semakin
buruk akibat tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan inflasi
yang terjadi.
INFLASI
DI INDONESIA
Tingkat
inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling
ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk Pemerintah, karena dapat
membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat
kesejahteraan. Bahkan satu rezim kabinet pemerintahan dapat jatuh
hanya karena tidak dapat menekan dan mengendalikan lonjakan tingkat
inflasi. Tingkat inflasi yang naik berpuluh kali lipat, seperti yang
dialami oleh pemerintahan rezim Soekarno dan rezim Marcos, menjadi
bukti nyata dari rawannya dampak negatif yang harus ditanggung para
pengusaha dan masyarakat.
Dalam
jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah
angka 10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai
18 persen pada akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak
dipengaruhi oleh dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan
harga minyak bumi dunia pada kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama
tahun 2005. Seperti kita alami tingginya harga minyak bumi dunia ini
membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga bahan
bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi Pemerintah
untuk harga BBM tersebut.
Pada
paruh pertama tahun 2006 ini, harga minyak bumi tersebut belum juga
turun, sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan
pasukan Israel ke
wilayah Libanon Selatan. Penurunan tingkat inflasi pada pertengahan
tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi
Bank Indonesia untuk
segera menurunkan tingkat bunga BI Rate secara bertahap.
Kecenderungan ini mendapatkan response dari kalangan dunia usaha dan
masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada
bulan Agustus.
Perkembangan
Inflasi 1970 – 2005 Gejolak dan perkembangan tingkat inflasi
di Indonesia memiliki
kecenderungan berikut ini :
Dari
kondisi tingkat inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation) pada masa
pemerintahan Orde Lama (kabinet Soekarno) maka praktis sejak tahun
1970 Indonesia mengalami
tingkat inflasi yang sedang. Hyperinflation adalah tingkat inflasi
melebihi 50 % per bulannya.
Tingkat
inflasi ini kemudian menunjukkan trend yang menurun selama periode
1970-71, yang sebagian besar didorong oleh program stabilisasi
ekonomi yang dijalankan pemerintah pada era kabinet Soeharto.
Tingkat
inflasi ternyata masih naik kembali pada periode 1972-74, yang
akhirnya mencapai 41% pada tahun 1974.
Tingkat
inflasi ini berhasil ditekan selama periode 1970-1992 mencapai
tingkatan rata-rata 12,7% per tahunnya. Baru kemudian sejak tahun
1988, angka inflasi selalu dibawah 10% dihitung dengan metode indeks
biaya hidup .
Pada
era pemerintahan sejak krisis perekonomian pada tahun 1998-99, laju
inflasi masih bergejolak; tetapi dengan rentan fluktuasi batas satu
digit ( dibawah tingkat 10%).
Program
pengendalian inflasi yang sukses setelah krisis ekonomi, masih
bergejolak kembali pada pertengahan tahun 2005. Gejolak ini
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintahan kabinet Soesilo Bambang
Yudhoyono dalam melepas program subsidi BBM dan menaikankan harga BBM
di dalam negeri.
Faktor-Faktor
Pemicu Tingkat Inflasi Laju kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi
yang dianut. Pada kasus perekonomian diIndonesia paling
tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung maupun
secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi.
Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat
inflasi di negara kita antara lain dapat diidentifikasi berikut ini:
(1)
Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang
beredar ini di Indonesia disebabkan
antara lain oleh peristiwa:
Kenaikan
harga migas di luar negeri
Meningkatnya
bantuan luar negeri
Masuknya
modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
Meningkatnya
anggaran Pemerintah secara mencolok
Depresiasi
nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel
(2)
Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh
kejadian-kejadian berikut ini :
Penurunan
produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan
Peningkatan
harga komoditi umum secara mendadak
Pencabutan
program subsidi BBM
Kenaikan
harga BBM yang mencolok
Kenaikan
tarif listrik
(3)
Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas;
maupun kebijakan lainnya yang bersifat distortif seperti antara lain:
Lonjakan
inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi
Kebijakan
tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis
Pungutan-pungutan
yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas
tenaga kerja
Kebijakan
peningkatan tingkat upah minimum regional
(4)
Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan
selera masyarakat, atau kebijakan pemberian bonus perusahaan dan
faktor spekulatif lainnya:
Pemberian
bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.
Pemberian
bonus prestasi perusahaan
Perkembangan
pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan pasar
tradisional di lokalitas tertentu.
Pada
masa lalu pencetus inflasi di Indonesia lebih
dipengaruhi oleh inflasi yang berasal dari impor bahan baku dan
penolong. Hal ini beralasan karena sebagian besar dari
bahan baku tersebut
masih diimpor dari luar negeri, akibat struktur industri yang sedikit
mengandung local content.
Dua
faktor dapat berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri.
Jika
terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan logistik atau perubahan
permintaaan dunia atas bahan baku tersebut
di dunia.
Jika
terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap mata uang asing utama
seperti dollar Amerika Serikat.
Saat
ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan
harga minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih
lanjut biaya pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk
sebagian besar pabrik-pabrik pengolahan.
Dimasa
depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam inflasi
di negara kita. Potensi kelangkaan bahan bakubatubara dan gas
akan juga terjadi dan mengakibat kan kenaikkan
biaya energi.
Disamping
itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di
beberapa daerah di Indonesia adalah
akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul
akibat paceklik, hama penyakit,
dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.
Memang
inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen
untuk menambah kapasitas produksinya; tetapi jika terlalu tinggi akan
memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan
penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan.